-->

Notification

×

IKLAN

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Budaya Manggarai: Makna Torok Lodok dan Kenyataan Relasi Orang Manggarai

| Desember 05, 2023 WIB Last Updated 2023-12-06T02:47:10Z

 

 

Proses Pembagian Lodok Lingko di Manggarai (Sumber Foto: pariwisata.manggaraikab.go.id)


DetikTalkManggarai.com-Budaya Manggarai: Makna Torok Lodok dan Kenyataan Relasi Orang Manggarai; Tulisan ini adalah refleksi sederhana sekaligus sebagai catatan awal untuk menemukan makna torok orang Manggarai.

Kegiatan ini menjadi penting, karena saat ini, kita tidak lagi melihat upacara-upacara yang berlangsung di lodok saat membuka lingko weru (membuka kebun baru).  


Berdasarkan kenyataan itu, tentu ada beberapa pertanyaan yang mungkin sama kita lontarkan (1) Kalau memang tidak ada lagi lodok, apakah masih perlu kita memahami torok dan nila-nilainya? Atau masih adakah cara lain untuk mewariskan nilai-nilai itu? Atau apakah yang perlu kita dalami dan pahami dari setiap nilai-nilai budaya itu? Atau bagaimana kita mempertahan dan menjelaskan nilai-nilai yang terungkap dalam torok dan goet orang Manggarai sehingga tetap aktual di kalangan milenial.

 

Mengenai pertanyaan ini, penulis berusaha menemukan beberapa jawaban, yang mungkin sama dengan pembaca (maaf kalau beda, namanya juga pendapat..wkwkwk), yaitu:

 

Buka kebun baru, memang jarang sekali saat ini, akan tetapi nafas atau roh dari lingko weru, lodok,dan toroknya selalu hidup dan dihidupkan dalam setiap relasi.

Relasi dan atau interaksi  dengan prinsip muku ca pu’u nèka wolèng curup (pisang serumpun jangan berbeda pendapat, seia sekata)-teu ca ambo nèka wolèng lako(tebu serumpun jangan berbeda langkah), nai ca anggit tuka ca léléng, sehingga terwujudnya komunal yang solid seperti kimpur neho kiwung, cirang neho rimang, neho rimang rana, pateng wa wae worok eta golo, adalah salah satu usaha mengkontekstualisasikan pesan-pesan budaya.


Bertingkah laku yang baik, bertutur yang baik (pio-pio wale io), bercita-cita hidup dalam persekutuan yang solid dan solider dan turut memperjuangkannya, bersahaja, saling mendukung usaha baik dan positif, bekerja keras adalah roh yang selalu ada dan dihidupkan dalam seluruh kenyatan hidup generasi milenial.


Budaya dan manusia tidak dapat dilepas pisahkan. Interaksi adalah unsur pengikat diantaranya. Interaksi manusia berlangsung dalam tiga hal, yakni yaitu relasi dengan sesama (makhluk sosial/komuni sosial), relasi dengan alam (makhluk kosmis/komunio kosmis/ekologis) dan relasi dengan Tuhan (makhluk religius/komunal religius). Relasi ini terlaksana dalam masyarakat lokal dan masyarakat universal (Sutam, 2014:1)


Orang Manggarai sebagai masyarakat lokal yang terarah pada masyarakat universal telah membentuk dan menjalani relasi segitiga tersebut. Sebagai masyarakat universal, orang Manggarai adalah akar rumput dalam membentuk komunio yang harmonis demi terciptanya sikap solid dan kesejahteraan dalam kanca dunia. Sedangkan dalam posisinya sebagai masyarakat lokal, orang Manggarai Berpijak dalam budaya.


Budaya adalah identitas orang Manggarai sebagai makhluk yang berkreasi, berwawasan (berpikir), bermartabat dan titik awal  dalam membangun komunio sosial dan komunio ekologis  yang harmonis serta lokus dalam mewujudkan nilai-nilai religius. Karena itu dapat dikatakan bahwa, budaya Manggarai dengan segala kekayaannya adalah hasil cipta, karsa dan karya orang Manggarai itu sendiri. Salah satu hasil cipta dan karya yang penuh makna dalam kebudayaan Manggarai adalah go’ét  (sajak, ungkapan) dan torok (Doa orang Manggarai yang ditujukan kepada Tuhan)

 

Relasi-relasi tersebut, terungkap dalam seluruh ungkapan adat Manggarai. Sebagai salah satu contoh, penulis mengajak pembaca, untuk sama-sama melihat ketiga relasi orang Manggarai dalam 2 contoh torok di bawah ini.




Dari kedua torok di atas, penulis mengajak pembaca budiman untuk melihat dan menginterpretasikan relasi orang Manggarai dan struktur torok orang Manggarai.

 

Relasi Orang Manggarai


Pertama: Relasi Religius: Dénge Dia Lité Morin agu Ngaran..Dalam setiap torok orang Manggarai, selalu diawali dengan frasa “Dénge Dia Lité Morin agu Ngaran”. 


Kalimat ini menunjukkan dan mempertegas relasi orang Manggarai sebagai orang beriman, bahwa Tuhan adalah sumber segalanya dan tujuan seluruhnya. Selain itu, kalimat ini mengungkapkan relasi religious orang Manggarai.

 

Kedua: Relasi sosial: Orang Manggarai adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan orang.  Orang Manggarai tidak hanya menghormati sesama yang hidup, tetapi juga para leluhur.


Hal itu terungkap dalam kalimat: nggitu kolé méu éma agu méu énde ata poli  pa’ang ble. Sementara interaksi sosial dengan sesama yang hidup sebagai makhluk sosial terungkap dalam kalimat/kalimat “dami/ami”

 

Ketiga; Relasi Ekologis: Ruang hidup orang Manggarai dan manusia seluruhnya tidak terlepas dari lingkungan alam. Hubungan/interaksi manusia dengan alam, disebut relasi ekologis. Semua torok orang Manggarai berlangsung di alam, dan dengan menggunakan bahan-bahan yang tumbuh di bumi.

 


Struktur Torok


Memang belum ada struktur baku torok, namun yang perlu kita dapatkan adalah, hal yang terungkap dalam torok adalah sebagai berikut:

 

Mengakui Tuhan  sebagai sumber kehidupan: Dénge Dia Lité Morin agu Ngaran

Relasi harmonis: Torok selalu menjaga keharmonisan relasi baik dengan sesama yang masih hidup maupun dengan para leluhur

Tujuan: Dalam setiap torok selalu tersirat  apa dan tentang apa.

Harapan/doa: Torok adalah doa  tematis orang Manggarai. Sehingga  kalimat dalam torok selalu tersirat permohonan kepada Tuhan.


Torok mempunyai makna yang sangat mendalam, bila kita menyelaminya. Oleh karena itu, tidak ada salahnya, bila setiap orang Manggarai ikut mewariskannya kepada generasi selanjutnya.

 

Memahami budaya dan atau ikut mencari nilai budaya, bukanlah sesuatu yang “kolot” atau ketinggalan jaman, sebaliknya adalah sebuah gerakan batin untuk memahami kekhasan dan identitas, dan bukan tidak mungkin sebagai salah satu landasan berpikir.

 

Berpijak pada budaya lokal, bertindak global. adalah kalimat selalu kita dengar. Kalimat ini sangat untuk di kalangan generasi milenial. (Feliks Hatam)


Demikian secara singkat mankna torok dalam buka lingko. Diakui masih banyak torok dan ungkapan adat dalam budaya lokasi. Bahkan terdapat variasi dalam cara pengucapak berdasarkan wilayah. Oleh karena itu, masih diperlukan penelurusan lebih lanjut, dan SEMOGA ULASAN SEDERHANA INI BERMANFAAT.


Jangan lupa berbagai pendapat, melalui kolom komentar. Terima kasih



DISCLAIMER: Boleh mengutip sebagian atau seluruh dari artikel ini dengan tetap mencantumkan sumber seperti: Feliks Hatam, (2023). Budaya Manggarai: Makna Torok Lodok dan Kenyataan Relasi Orang Manggarai. Detiktalkmanggarai.com. Diakses pada…..



 



 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update